Me, My life, My Everything

Me, My life, My Everything
An industrial engineer!

Kamis, 17 Januari 2013

Rating Factor dan Allowance

Setelah pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati kewajaran kerja yang ditunjukkan operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi misalnya bekerja tanpa kesungguhan, sangat cepat seolah-olah diburu waktu, atau karena menjumpai kesulitan-kesulitan seperti karena kondisi ruangan yang buruk. Sebab-sebab seperti ini mempengaruhi kecepatan kerja yang berakibat terlalu singkat atau terlalu panjangnya waktu penyelesaian.  Hal ini jelas tidak diinginkan karena waktu baku yang dicari adalah waktu yang diperoleh dari kondisi dan cara kerja yang baku yang diselesaikan secara wajar. Jika pengukur mendapatkan harga rata-rata siklus perelemen yang diketahui diselesaikan dengan kecepatan tidak wajar oleh operator, maka agar harga rata-rata tersebut menjadi wajar, pengukur harus menormalkannya dengan melakukan penyesuaian. Biasanya penyesuaian dilakukan dengan mengalikan waktu siklus rata-rata atau waktu elemen rata-rata dengan suatu harga p yang disebut faktor penyesuaian.
Beberapa sistem untuk memberikan rating yang umumnya diaplikasikan didalam aktivitas pengukuran kerja, yaitu:
1.   Skill dan Effort Rating
Sekitar tahun 1916, Charles E. Bedaux memperkenalkan suatu sistem untuk pembayaran upah atau pengendalian tenaga kerja.  Sistem yang diperkenalkan olehnya ini berdasarkan pengukuran kerja dan waktu baku yang ada yang dinyatakan dengan angka “Bs”.  Prosedur pengukuran kerja yang dibuat oleh Bedaux meliputi juga menentukan rating terhadap skill dan usaha-usaha yang ditunjukkan oleh seorang operator.  Dengan kata lain, yang harus dicapai oleh seorang operator yang bekerja dengan kecepatan normal diharapkan akan mampu mencapai angka 60 Bs per jam, dan pemberian intensif dilakukan pada tempo kerja rata-rata sekita 70 sampai 85 Bs per jam. Sebelum Bedaux memperkenalkan sistemnya, performance rating biasanya dilaksanakan dengan jalan menganalisa langsung dari data waktu yang diperoleh dari pengukuran stop-watch, sehingga apabila seorang operator bekerja dengan tempo yang cepat, maka waktu kerjanya akan tercatat dicatat diatas waktu waktu rata-rata yang ada dan sebaliknya.  Jelas bahwa sistem Bedaux ini akan memperbaiki metode yang umum dipakai sebelumnya.
2.   Westing House System Rating
Westing House Company (1927) juga ikut memperkenalkan sisitem yang dianggap lebih lengkap dibandingkan dengan sistem yang dilaksanakan oleh Bedaux.  Disini selain kecakapan dan usaha yang telah dinyatakan oleh Bedaux sebagai faktor yang mempengaruhi performance manusia, maka Westing House menambahkanlagi dengan kondisi kerja, dan keajegan (konsistensi) dari operator didalam melakukan kerja.  Untuk ini Westing House telah berhasil membuat suatu tabel performance rating yang berisikan nilai-nilai angka yang berdasrkan tingkatan yang ada untuk masing-masing faktor tersebut.  Untuk menormalkan waktu yang ada maka hal ini dilakukan dengan jalan mengalikan waktu yang diperoleh dari hasil pengukuran kerja dengan jumlah keempat rating faktor yang dipilih sesuai dengan performance yang ditunjukkan oleh operator.
3.   Synthetic Rating
Synthetic rating adalah metoda untuk mengevaluasi tempo kerja operator berdasarkan nilai waktu yang telah ditetapkan telebih dahulu (predetermined time value). Prosedur yang dilakukan adalah dengan melaksanakan pengukuran kerja seperti biasanya dan kemudian membandingkan waktu yang diukur ini dengan waktu penyelesaian elemen kerja sebelumnya sudah diketahui data waktunya.  Perbandingan ini akan merupakan indeks performance atau rating factor dari operator untuk melaksanakan elemen kerja tersebut. 
4.   Performance Rating atau Speed Rating
Didalam praktek pengukuran kerja maka metode penetapan rating performance kerja operator adalah didasrkan pada satu faktor tunggal yaitu operator speed, space, atau tempo.  Sistem ini dikenal sebagai Performance Rating atau Speed Rating.  Rating Factor ini umumnya dinyatakan dalam persentase (%) atau angka desimal, dimana performance kerja normal akan sama dengan 100% atau 1. 
Rating Factor pada dasarnya seperti yang telah diuraikan diaplikasikan untuk menormalkan waktu kerja yang diperoleh daridari pengukuran kerja akibat tempo atau kecepatan kerja operator yang berubah-ubah. 
Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Ketiga faktor tersebut akan dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:
1.   Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi
Yang termasuk kedalam kebutuhan pribadi disini adalah hal-hal seperti minum sekadarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, bercakap-cakap dengan teman sekerja sekadar untuk menghilangkan ketegangan dalam kerja. Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk kebutuhan pribadi seperti itu berbeda-beda dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya karena setiap pekerjaan mempunyai karakteristik sendiri-sendiri dengan tuntutan yang berbeda-beda.  Berdasarkan penelitian ternyata besarnya kelonggaran ini bagi pekerja pria berbeda dengan pekerja wanita.
2.   Kelonggaran untuk menghilangkan fatique
Rasa lelah tercerminn antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah maupun kualitas. Jika rasa lelah telah datang dan pekerja harus bekerja untuk menghasilkan performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari normal dan ini akan menambah lelah.  Bila hal ini terus berlangsung maka anggota tubuh yang bersangkutan tidak akan dapat melakukan kerja sama sekali walaupun diinginkan. Adapun hal-hal yang diperlukan pekerja untuk menghilangkan lelah adalah melakukan peregangan otot, pergi keluar ruangan untuk menghilangkan lelah dan lain sebagainya.
3.   Kelonggaran untuk hambatan-hambatan yang tak terhindarkan
Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak akan lepas dari hambatan yang tidak dapat dihindarkan karena berada diluar kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya.  Perhitungan kelonggaran untuk hambatan-hambatan yang tak terhindarkan dilakukan dengan suatu teknik sampling tersendiri karena besarnya hambatan untuk kejadian semacam ini sangat bervariasi dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain bahkan satu stasiun kerja ke stasiun kerja lain. Beberapa contoh keterlambatan yang tak dapat dihindarkan antara lain: menerima petunjuk dari pengawas, melakukan penyesuaian mesin, mengasah peralatan potong, dan lain sebagainya.

Referensi :
Sutalaksana, Iftikar. 1979. Teknik Tata Cara Kerja. Bandung: Institut Teknologi Bandung.


Tidak ada komentar: